> Pentingnya Ilmu Sebelum Beramal - BAYAR ZAKAT ONLINE

Oktober 08, 2018

Pentingnya Ilmu Sebelum Beramal


Pentingnya Ilmu Sebelum Beramal Sholeh

Pentingnya Ilmu Sebelum Beramal Setiap apa yang akan kita kerjakan Seyogyanya dengan Niat Mengharap Ridlonya ALLAH SWT  Maka akan mendapatkan semuanya karena Keniatan mengharap Ridlo Allah itu sudah mewakili semuanya kita mendapatkan izin mendapatkan Restu sehingga diakherat Nanti kita tidaklah kuatir lagi sama Allah jika dimintai Pertanggungjawaban atas Niat kita karena apa dan siapa.

Berbicara Amal sholeh erat kaitannya dengan melakukan kegiatan membantu orang lain atau suatu aktifitas yang menjadikan kita dapatkan Pahala jikalau mengerjakan nya.namun didalam melaksanakan itu harus didasari ilmu dan tidak bisa asal-asalan agar tidak sia sia diAkhir nya.

Contoh mau sholat misalnya maka harus tau ilmunya tau Tata cara aturan syarat syahnya sholat namun jika tidak mengetahui ilmunya maka kemungkinan seseorang itu bisa saja tidak berwudu waktu akan mengerjakannya.contoh lain lagi Puasa puasa itu tidak hanya menahan lapar dan dahaga tapi karena tidak tau ilmunya maka dia mengiisi hari-hari dengan puasa tapi tingkah lakunya tutur katanya tidak baik maka otomatis merusak pahala puasa nya.

Contoh lainnya beramal bersodakoh infaq zakat itu berpahala dan bisa mendatangkan keberkahan bagi pelaku Ahli sedekah tersebut  namun jikalau dalam memberikannya itu dengan tidak iklhlas bahkan menyakiti Penerima itu juga menjadikan kesia_sian belaka.

Baca juga : manfaat sering menyantuni anak yatim

Jadi kira -kira Pernahkah sikap dan perasaan semacam ini hadir dalam diri kita dalam setiap melaksanakan ibadah, atau bahkan dalam setiap amal perbuatan kita? Ataukah sebaliknya, justru kita begitu menganggap enteng setiap amal, sehingga tidak mempedulikan pondasi ilmunya.
Suatu contoh kisah berikut ini :

"Akibat Semangat Ibadah tapi Tanpa Didasari Ilmu"

Habib Ali Al-Jufri berkata bahwa melaksanakan Sunnah harus sesuai dengan waktu, tempat dan keadaan.

Sekarang banyak yang semangat melakukan Sunnah tapi tidak mengetahui kapan waktu yang tepat untuknya.

Hanya modal semangat tanpa didasari dengan ilmu.

Baca juga; Bagaimanakah Seharusnya seorang Ahli Ilmu

Di dalam sebuah majelis Syeikh Muhammad Al-Ghazali (ulama besar Al-Azhar Asy-Syarif), saat beliau sedang menyampaikan pelajaran, duduklah salah satu murid yang setiap waktu terus bersiwak.

Ia duduk tepat di depan Syeikh Ghazali.
Murid itu terus menggerakkan siwak di mulutnya.

Sesekali ia biarkan siwak itu menempel di mulutnya, lalu kembali bersiwak dan menggeraknya kekanan dan kekiri.
Akibat tindakannya yang "Sunnah" tersebut, konsentrasi Syeikh Ghazali menjadi terganggu.

Gerakannya terlalu sering hingga membuyarkan fokus. Syeikh Ghazali lalu berkata, "Nak, tolong sudahi siwakmu. Kamu mengganggu konsentrasiku."

Dengan nada tinggi dan penuh keyakinan karena menjalankan Sunnah, si murid menjawab. "Wahai guru, ini Sunnah Nabi. Apakah engkau mengingkari Sunnah?"

Syeikh Ghazali dan semua jamaah terkejut atas jawaban murid tadi. Namun dengan tenang beliau berkata, "Wahai anakku, mencabut bulu ketiak juga Sunnah, apakah kamu akan mencabutnya di majelis ini?"

Seisi ruangan pun tertawa hingga membuat si murid sadar bahwa tindakannya tersebut kurang tepat.


Ilmu dulu baru amal

Pentingnya Ilmu Sebelum Beramal Inilah yang penting untuk kita renungkan. Semangat untuk mendasari setiap amal dengan ilmu merupakan cerminan perhatian seseorang terhadap kesempurnaan beramal. Untuk menunjukkan sikap ini, seorang ulama, yang bernama Sufyan at-Tsauri mengatakan:

Jika kamu mampu tidak akan menggaruk kepala kecuali jika ada dalilnya maka lakukanlah
(Al Jami’ li Akhlaq ar Rawi wa Adab as-Sami’, Khatib al-Baghdadi, Mauqi Jami’ al-Hadis: 1/197)

Ulama ini menasehatkan agar setiap amal yang kita lakukan sebisa mungkin didasari dengan dalil. Sampai-pun dalam masalah kebiasaan kita, atau bahkan sampai dalam masalah yang mungkin dianggap sepele. Apalagi dalam masalah ibadah. Karena inilah syarat mutlak seseorang dikatakan mengamalkan dalil.

Namun sayangnya, masih banyak di antara kaum muslimin yang kurang mempedulikan landasan ilmu ketika beramal yang sifatnya rutinitas. Jarang kita temukan orang yang melaksanakan ibadah rutin, semacam shalat misalnya, kemudian dia berusaha mencari tahu, apa landasan setiap gerakan dan bacaan shalat yang dia kerjakan.

Bisa jadi ini didasari anggapan, amal rutinitas  ini terlalu ringan dan mudah untuk dilakukan.

Ilmu Syarat Sah Amal
Mengapa harus berilmu sebelum beramal? Pada bagian inilah yang akan melengkapi keterangan di atas, yang mengajak untuk senantiasa mendasari amal dengan ilmu. Inti dari penjelasan ini adalah kesimpulan bahwa ilmu adalah syarat sah amal.

Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari mengatakan:

Bab: Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan”
(Shahih al-Bukhari, kitab: al-Ilmu, bab al ilmu qabla al-qoul wa al amal)

Ucapan Imam Bukhari ini telah mendapatkan perhatian khusus dari para ulama. Karena itu, perkataan beliau ini banyak dikutip oleh para ulama setelahnya dalam buku-buku  mereka. Imam Bukhari berdalil dengan firman Allah:

“Ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mintalah ampunan untuk dosamu”
 (QS. Muhammad: 19)

Di ayat ini, Allah memulai perintahnya dengan: “ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah”, yang ini merupakan perintah untuk mencari ilmu. Kemudian Allah sebutkan amal yang sangat penting yaitu istighfar, sebagaimana Allah sebutkan di lanjutan ayat, yang artinya: “….mintalah ampunan untuk dosamu.”.

Ketika menjelaskan hadis ini, al-Hafidz al-Aini dalam kitab syarh shahih Bukhari mengutip perkataan Ibnul Munayir berikut:

Yang beliau maksudkan bahwasanya ilmu adalah syarat sah ucapan dan perbuatan. Ucapan dan perbuatan tidak akan dinilai kecuali dengan ilmu. Oleh sebab itu, ilmu didahulukan sebelum ucapan dan perbuatan. Karena ilmu yang akan men-sahkan niat, dan niat adalah yang men-sahkan amal.

(Umdatu al-Qori, Syarh Shahih Bukhari, al-Hafidz al-Aini, jilid 2, hal. 476).

Dari keterangan Ibnul Munayir dapat disimpulkan, posisi ilmu dalam amal adalah sebagai pengendali niat. Karena seseorang baru bisa berniat untuk beramal dengan niat yang benar, jika dia memahami (baca: mengilmui) tujuan dia beramal.

Hal ini sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Ibnu Batthal, dengan mengutip keterangan al-Muhallab, yang mengatakan:

Amal itu tidak mungkin diterima kecuali yang didahului dengan tujuan untuk Allah. Inti dari tujuan ini adalah memahami (mengilmui) tentang pahala yang Allah janjikan, serta memahami tata cara ikhlas kepada Allah dalam beramal. Dalam keadaan semacam ini, bolehlah amal tersebut diharapkan bisa memberikan manfaat, karena telah didahului dengan ilmu.

Sebaliknya, ketika amal itu tidak diiringi dengan niat, tidak mengharapkan pahala, dan kosong dari ikhlas karena Allah maka hakekatnya bukanlah amal, namun ini seperti perbuatan orang gila, yang tidak dicatat amalnya.

(Syarh Shahih Bukhari karya Ibnu Batthal, Syamilah, 1/145)

Lebih dari itu, setiap orang yang hendak beramal, dia dituntut untuk memahami amal yang akan dia kerjakan. Agar tidak terjerumus dalam kesalahan dan menyebabkan amalnya tidak diterima. Mungkin dari tulisan Imam Bukhari di atas, ada sebagian orang yang bertanya: Untuk apa kita harus belajar, padahal belum waktunya untuk diamalkan?

Sesungguhnya setiap orang dituntut untuk senantiasa belajar, meskipun ilmu yang dia pelajari belum waktunya untuk diamalkan. Seperti ilmu tentang haji, padahal dia belum memiliki kemampuan untuk berangkat haji.

Karena ilmu itu akan senantiasa memberikan manfaat bagi dirinya atau orang lain. Al-Hafidz al-Aini ketika menjelaskan perkataan Imam Bukhari di atas, beliau menyatakan:

Imam Bukhari mengingatkan hal ini – Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan –, agar tidak   didahului oleh pemahaman bahwa ilmu itu tidak manfaat kecuali jika disertai dengan amal. Pemahaman ini dilatar-belakangi sikap meremehkan ilmu dan menganggap mudah dalam mencari ilmu.

[Umadatul Qori Syarh Shahih Bukhari, al-Hafidz al-Aini, as-Syamilah, 2/476]

Apa itu Ilmu?
Yang kami maksud dengan ilmu adalah dalil, baik dari al Qur’an maupun hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikhul Islam, Ahmad bin Abdul Halim al-Harrani mengatakan:

“Ilmu adalah kesimpulan yang ada dalilnya, sedangkan ilmu yang bermanfaat adalah

ilmu yang dibawa oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam”

(Majmu’ Fatawa, Syamilah, jilid 6, hal. 388)

Bagian ini perlu ditegaskan agar tidak terjadi kesalah-pahaman. Intinya ingin menjelaskan, setiap orang yang beramal dan dia tahu dalilnya maka boleh dikatakan, orang ini telah beramal atas dasar ilmu. Sebaliknya, beramal namun tidak ada landasan dalil belum dikatakan beramal atas dasar ilmu.

Lantas bagaimana dengan orang awam yang tidak faham dalil? Apakah dia diwajibkan mencari dalil? Jawabannya, untuk orang awam, dalil bagi mereka adalah keterangan dan fatwa ulama yang mendasari nasehatnya dengan dalil.

Bukan keterangan ulama yang pemikirannya bertolak belakang dengan al-Qur’an dan sunnah. Dalilnya adalah firman Allah:

“Bertanyalah kepada ahli ilmu, jika kalian tidak mengetahuinya” (QS. Al-Anbiya: 7)

Baca juga : warisan para nabi adalah ilmu

Arti Amal
Amal (dari bahasa Arab: عَمَلَ) berarti mengamalkan, berbuat, bekerja. Kata ini sering dipertukarkan dengan sedekah.jika Sedekah adalah pemberian seorang Muslim kepada orang lain secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu.

Sedekah lebih luas dari sekadar zakat maupun infak. Karena sedekah tidak hanya berarti mengeluarkan atau menyumbangkan harta. Namun sedekah mencakup segala amal atau perbuatan baik. Dalam sebuah hadis digambarkan, “Memberikan senyuman kepada saudaramu adalah sedekah.

ILMU YANG BERMANFAAT

Maka Pelajarilah ilmu! Sebab, mempelajarinya karena Allah melahirkan rasa takut, mencarinya adalah ibadah, mengulang-ulangnya adalah tasbih, memburunya adalah jihad, mengajarkab kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah, menyerahkannya kepada ahlinya adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah.

Sebab, ilmu adalah rambu-rambu halal-haram dan mercusuar penunjuk jalan bagi penghuni surga. Ilmu juga teman penghibur di kala kesepian, kawan dalam keterasingan, pencerita dalam kesendirian, penunjuk dalam kesenangan dan kesempitan, senjata menghadapi musuh, dan perhiasan bagi para kekasih.

Dengan ilmu, Allah mengangkat sekelompok kaum, lalu menjadikan mereka pemimpin dan imam dalam kebaikan.

Peninggalan mereka selalu ditelusuri, perbuatan mereka selalu diteladani, dan pendapat mereka jadi rujukan.Para malaikat menganjurkan untuk mencintai mereka, mengusap mereka (usapan kasih sayang) dengan sayap-sayapnya.

Setiap timbuhan yang basah dan kering, ikan-ikan di laut, serangganya, binatamg buas daratan, dan binatang ternaknya, semuanya memohonkan ampun untuk mereka.

Sebab, ilmu merupakan kehidupan hati dari kebodohan, dan lampu-lampu penglihatan dalam kegelapan.

Dengan ilmu, seorang hamba bisa meraih kedudukan orang-orang penuh bakti, dan derajat tertinggi di dunia serta akhirat. (Pahala) merenungkan ilmu setara dengan puasa. Mempelajarinya setara dengan sholat malam.
Dengan ilmu, silaturrohmi dijalin. Dan dengannya pula, halal dan haram diketahui.

Ilmulah imam dari amal, sedang amal adalah pengikutnya. Orang-orang bahagialah yang mendapatkannya. Sementara orang-orang celaka tidak mendapatkannya."

(Muadz bin Jabal rodhiyallahu anhu)

Sumber : Miftah Thariqis Sa'adah, Ibnul Qoyyim (I/120) yang dikutip Dr. Anas Ahmad Karzun dalam bukunya "Nutrisi Hati : Penyuci Ruhani


Tulisan menurut kata Perenungan Master Cheng dikutip dari yayasan budha Tzu chi indonesia


Manfaat Amal
Di dalam Al-Quran, banyak ayat-ayat yang menyatakan bahawa kebaikan kembali kepada hamba itu sendiri, Firman Allah:

Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba (Nya).( Al-Fushshilat:46)

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri” ( Israa’:7)

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".(Surah Luqman: 12)

Ketika manusia hidup di dunia, tiada manusia yang tidak mau berbuat kebaikan, semua ingin melakukan kebaikan untuk orang lain dan melakukan kebaikan terhadap dirinya. Seorang pencuri tidak mau anaknya menjadi pencuri, begitulah fitrah manusia yang Allah jadikan benci kepada keburukan dan cinta akan kebaikan.

Agama Islam yang dibawa oleh Nabi saw tentu sekali membawa kebaikan di dunia dan akhirat bagi manusia.

Adalah Lukman Al Hakim
Satu-satunya manusia yang bukan nabi,
bukan pula Rasul, tapi kisah hidupnya diabadikan dalam Qur'an adalah Lukman Al Hakim.
Kenapa, tak lain, karena hidupnya penuh hikmah.
Suatu hari ia pernah menasehati anaknya tentang hakikat hidup.

"Anakku, jika makanan telah memenuhi perutmu, maka akan matilah pikiran dan kebijaksanaanmu.
Semua anggota badanmu akan malas untuk melakukan ibadah, dan hilang pulalah ketulusan dan kebersihan hati.
Padahal hanya dengan hati bersih manusia bisa menikmati lezatnya berdzikir."

"Anakku, kalau sejak kecil engkau rajin belajar dan menuntut ilmu.
Dewasa kelak engkau akan memetik buahnya dan menikmatinya."

"Anakku, ikutlah engkau pada orang-orang yang sedang menggotong jenazah, jangan kau ikut orang-orang yang hendak pergi ke pesta pernikahan.

Karena jenazah akan mengingatkan engkau pada kehidupan yang akan datang. Sedangkan pesta pernikahan akan membangkitkan nafsu duniamu."

"Anakku, aku sudah pernah memikul batu-batu besar, aku juga sudah mengangkat besi-besi berat.
Tapi tidak pernah kurasakan sesuatu yang lebih berat daripada tangan yang buruk perangainya."

"Anakku, aku sudah merasakan semua benda yang pahit.
Tapi tidak pernah kurasakan yang lebih pahit darikemiskinan dan kehinaan."

"Anakku, aku sudah mengalami penderitaan dan bermacam kesusahan.
Tetapi aku belum pernah merasakan penderitaan yang lebih susah daripada menanggung hutang."

"Anakku, sepanjang hidupku aku berpegang pada delapan wasiat para nabi.Kalimat itu adalah:

1. Jika kau beribadah pada Allah, jagalah pikiranmu baik-baik.
2. Jika kau berada di rumah orang lain, maka jagalah pandanganmu.
3. Jika kau berada di tengah-tengah majelis, jagalah lidahmu.
4. Jika kau hadir dalam jamuan makan, jagalah perangaimu.
5. Ingatlah Allah selalu.
6. Ingatlah maut yang akan menjemputmu
7. Lupakan budi baik yang kau kerjakan pada orang lain.
8. Lupakan semua kesalahan orang lain terhadapmu."

Hadits :
Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Alh Khottob radiallahuanhuma dia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: Islam dibangun di atas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa Ramadhan.
Shahih Bukhari no 8, Shahih Muslim no 16

Syarah :
1. Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam menyamakan Islam dengan bangunan yang kokoh dan tegak di atas tiang-tiang yang kuat.

 2. Pernyataan tentang keesaan Allah dan keberadaan-Nya, membenarkan kenabian Muhammad shallallahu`alaihi wa sallam , merupakan hal yang paling mendasar dibanding rukun-rukun yang lainnya.

 3. Selalu menegakkan shalat dan menunaikannya secara sempurna dengan syarat rukunnya, adab-adabnya dan sunnah-sunnahnya agar dapat memberikan buahnya dalam diri seorang muslim yaitu meninggalkan perbuatan keji dan munkar karena shalat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar.

 4. Wajib mengeluarkan zakat dari harta orang kaya yang sudah terpenuhi syarat-syarat zakat lalu memberikannya kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan.

 5. Wajibnya menunaikan ibadah haji dan puasa (Ramadhan) bagi setiap muslim.

 6. Adanya keterkaitan rukun Islam satu sama lain. Siapa yang mengingkarinya maka dia bukan seorang muslim berdasarkan ijma’.

 7. Nash di atas menunjukkan bahwa rukun Islam ada lima, dan masih banyak lagi perkara lain yang penting dalam Islam yang tidak ditunjukkan dalam hadits ini. Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda:Iman itu memiliki tujuh puluh lebih cabang “

 8. Islam adalah aqidah dan amal perbuatan. Tidak bermanfaat amal tanpa iman demikian juga tidak bermanfaat iman tanpa amal.

Tags :

Yudi hartoyo

Admin Yayasan yatim,dhuafa

blogger,online sejak 2011 di bisnis online dan offline,adapun Hikmahdanhikmah.com ini untuk Support website resmi ;yayasanpijarmulia.com

  • Yudi hartoyo
  • Yayasan Pijar Mulya Pati d/a Desa Sriwedari Dusun Pagak RT 03 RW 03 (belakang masjid Pagak) kec.jaken Jawa tengah 59184
  • temandalamtaqwa@gmail.com
  • +6285 2680 70123

Posting Komentar